Selasa, 30 November 2010

Kisah Relawan BTEL Rocks di Tanggap Bencana Merapi 2010


Beberapa waktu yang lalu Gunung Merapi, salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia kembali beraktivitas, memuntahkan awan panas, lahar dan debu vulkaniknya. Berbeda dengan letusan-letusan sebelumnya, kali ini letusannya jauh lebih dahsyat. Korban jiwa berjatuhan, puluhan nyawa melayang, ratusan bahkan ribuan jiwa terpaksa mengungsi, kehilangan tempat tinggal yang lenyap diterjang awan panas dan banjir lahar.

Musibah yang terjadi di wilayah yang merupakan salah satu daerah operasional BTel ini sontak menggerakkan naluri kemanusiaan karyawan BTel.  BTel sebagai perusahaan yang memiliki program CSR (Corporate Social Responsibility) tentu saja tak tinggal diam. Saat letusan pertama terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB, malam harinya atas inisiatif area Yogyakarta, pihak BTEL memberikan bantuan pinjaman 10 unit hape esia ke PMI Sleman dan 2 unit ke PMI Muntilan.

Tanggal 27 Oktober 2010 dibentuklah Team Tanggap Bencana Merapi di bawah koordinasi Fauziah Syafarina(Ririen), Manager CSR BTel. Team ini terdiri dari Ketua Team (Bapak Sudarno – GM Network Jateng DIY, dan Bapak Boedi Hartawan – GM Commerce Jateng DIY), dengan wakil ketua Bapak Hermain Hidayat, Manager Area DIY. Team Tanggap Bencana juga dilengkapi dengan beberapa orang koordinator, yaitu koordinator lapangan Yudi Febrianda dari Head Office dan Victor Apri Cahyana dari HRGA Jateng-DIY, Koordinator Logistik Widodo Yuli Prasetyo dan Wardoyo, serta Koordinator Infokom Unggul Susetyo Adi dan Koordinator Posko Abdul Chopur.

Dengan sigap dan gesit, Team Tanggap Bencana Merapi segera melakukan kegiatan kemanusiaan membantu para korban dengan menyediakan fasilitas telepon gratis di posko PMI dan SAR, serta memberikan bantuan logistik mulai dari toren air, genset, air bersih, hingga susu UHT, snack, masker, dan obat tetes mata. Bahan-bahan bantuan ini didistribusikan oleh team lapangan berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan sebelumnya.

Dampak yang ditimbulkan dari musibah ini bukan hanya memakan korban jiwa dan harta, namun secara psikologis, meninggalkan bekas trauma dalam diri para pengungsi yang berhasil selamat dari bencana. Rasa takut akan bencana mengerikan yang mungkin terulang, kesedihan yang muncul karena kehilangan keluarga dan tempat tinggal, melekat erat di benak dan hati para pengungsi.

Team Tanggap Bencana Merapi peduli dengan kondisi para pengungsi dan keluarga korban Merapi. Untuk itu, selain memberikan bantuan logistic dan alat komunikasi, team relawan merancang berbagai program Healing Therapy. Program ini dikemas dalam berbagai kegiatan, mulai dari acara nonton bareng film layar lebar, hingga mendongeng untuk anak-anak pengungsi di barak pengungsian. Sembari menonton bareng dan menyimak dongeng, anak-anak mendapatkan snack serta susu UHT yang dibagikan oleh team relawan.

Ada banyak cerita dan kenangan yang terangkai dalam ingatan para team tanggap bencana Merapi. Suka-duka selama bertugas di lokasi bencana, pengalaman yang mengharukan, dan menegangkan, semua terekam dalam benak team relawan. Unggul Susetyo Adi , Abdul Chopur, Victor Apri Cahyana dan Bapak Hermain Hidayat berbagi pengalaman mereka untuk rekan-rekan BTel lainnya. Salah satu kisah seru dan menegangkan yang terjadi adalah seperti yang dipaparkan oleh Victor berikut ini, “Yang paling berkesan mungkin pada saat kita sedang di Kali Bebeng, habis mengantar sumbangan ke Kepuharjo. Tahu-tahu ada letusan awan panas!” Victor mengawali kisahnya. “Setelah mengantar sumbangan kira-kira jam 11.00 WIB, kami meluncur ke atas dengan sudah memperhitungkan bahwa kalau masuk daerah terlarang tentunya akan dilarang. Kebetulan pas kami naik, di depan iringan kendaraan Btel ada satu kompi Brimob naik menggunakan truk Brimob. Tanpa sadar kami naik terus dan tidak ada larangan. Usut punya usut, sebenarnya kita sudah masuk daerah terlarang tapi karena ada Brimob jadinya lancar jaya. Kami berhenti di lokasi tempat Brimob itu berhenti, lebih kurang 5 km dari kawah,” tutur Victor.

Saat itu saya, Pak Sudarno, Pak Hermain, Pak Eri Susanto, Pak Widodo Yuli, Pak Abdi, Bang Chopur dan teman-teman lain terdiam melihat bekas hutan yang terkena awan panas. Semilir angin berhembus membuat kami semakin terpukau. . Di tepi jurang Kali Bebeng setinggi 20-30 meter, kami bisa melihat material Merapi terhampar di bawah kami. Begitu datar dan alami, seakan-akan dicetak oleh tangan-tangan raksasa. Dalam keheningan tersebut, tahu-tahu angin bertambah kencang, rompi BTEL ROCKS yang senantiasa melindungi terpaksa saya resletingkan supaya tidak berkibar-kibar. Waktu itu kami belum ”ngeh” bahwa sesuatu sedang terjadi.” ujar Victor. ”Tiba-tiba teman-teman Brimob berteriak-teriak, ’Turuuuun! Turuuuun!!!’ Sontak kami kaget. What’s wrong?” paparnya tegang. 

Tampak 1 kompi Brimob yang tadinya berpencaran, berlarian panik menuju truk mereka. Kami pun ikut panik. Dalam kepala saya cuma ada 1 kemungkinan, Merapi beraktivitas lagi. Bareng-bareng dengan teman-teman kami segera menuju mobil. Untungnya sebelumnya teman-teman driver sudah memutar kendaraan, dari mengarah naik ke Gunung, diputar ke arah turun. Lucunya, saat itu yang paling cool adalah Pak Eri S, di mana yang lain berlarian menuju mobil, beliau sambil berjalan menuju mobil masih sempat memencet-mencet BB-nya.” lanjut Victor.

Kami segera meluncur turun. Saya satu mobil dengan pak Abdi dan Pak Eri, kebetulan posisi mobil paling depan, mengingat jalan cukup sempit, lebih kurang 5 meter dan kiri kanan adalah belukar. Driver Pak Alim tidak terlalu memacu kendaraan. Suara klakson mobil di belakang kami dan truk Brimob memaksa kami memacu mobil, dari kaca spion dapat dilihat tangan-tangan team Brimob memaksa kami untuk ngebut. Dengan pertimbangan jalan yang sempit dan menurun serta adanya resiko ada warga yang tahu-tahu muncul berlarian di jalan membuat driver menjaga kecepatan tetap dalam batas aman.” Victor melanjutkan ceritanya, ”Setelah sampai di daerah aman, dari BB Pak Abdi Check di detik, ternyata barusan merapi batuk dan menyemburkan awan panas. Fiuhhhhh, sontak kami terhenyak, untung arah awan panas bukan ke arah kita tadi,  kalau iya, bisa-bisa team recruitment BTel sibuk rekrut karyawan baru mulai dari level staf sampai GM!

Kisah menegangkan lainnya dituturkan oleh Unggul pada saat letusan 5 November dini hari. ”Kita nekat (naik ke atas –red) untuk melihat kondisi di atas. Dengan bermodalkan jas hujan dan helm fullface kita naik. Suasana mencekam karena lampu dan listrik mati, sementara orang-orang mengungsi ke bawah mencari lokasi aman. Kita tidak bisa naik lebih jauh karena hujan pasir serta pembatasan dari pihak kepolisian untuk zona aman.” paparnya yang waktu itu naik bersama Abdul Chopur.

Tak hanya kejadian menegangkan yang mereka alami. Cerita seru hingga mengharukan pun mewarnai hari-hari mereka selama menjadi relawan. Unggul bertutur tentang pengalaman seru sekaligus kocak yang ia dapatkan. ”Waktu itu kita akan menyumbang toren di Hargobinangun yang lokasinya sekitar 14 km dari Merapi. Namun pondasi untuk toren belum kita dapatkan, sedangkan besok harinya akan datang RI 1 ke posko tersebut. Saya berusaha untuk mencari pondasi untuk toren tersebut. Dengan bantuan warga sekitar kita bisa mendapatkan paving block sebagai pondasi toren. Kita datang ke salah satu warga yang mempunyai usaha material bangunan untuk membeli paving block. Akhirnya setelah kita dapatkan, sebanyak 120 buah paving block kita angkut dan bawa untuk dijadikan pondasi toren. Pemasangan pondasi dibantu oleh team B-Tel ROCKS dari DIY dan Jateng sampai akhirnya terpasang. Esok harinya RI 1 tidak jadi mengunjungi posko tersebut..” ujar Unggul sembari tertawa.

Cerita unik dan berkesan lainnya dituturkan pula oleh Bapak Hermain Hidayat. Area Manager DIY ini ternyata mendapat penunjukan langsung via email dari Bapak Anindya Bakrie untuk bertindak sebagai Ketua Posko Gabungan Bakrie. ”Emailnya sudah saya print dan laminating, bisa untuk menambah pengalaman dalam CV kalau nanti dibutuhkan!” canda Pak Hermain.

Dari saya sudah cukup cerita temen2 relawan BTel Rock’s Jateng – DIY. Yang pasti semangat luar biasa dan semua Alhamdulillah tidak ada yg sakit, tercermin kita semua semakin kompak dan rasa kekeluargaan serta empati kepada orang lain semakin tinggi.

Bertugas selama lebih-kurang sebulan sebagai relawan, sekaligus tetap menjalani tugas sebagai pegawai Btel, menjadi cerita tersendiri bagi mereka. Belum lagi pada saat yang bersamaan, mereka juga harus melindungi keluarga mereka yang berada di sekitar lokasi bencana. Seperti yang sempat dialami oleh Abdul Chopur yang terpaksa mengevakuasi putranya ke Jakarta karena sempat terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas). Suka-duka pun dirasakan oleh Chopur. ”Sukanya, saya dan team bisa membantu dan menghibur para pengungsi, walaupun wajah dan badan penuh dengan abu vulkanik. Dukanya ya juga ada, saat saya tidak bisa membantu atau memberikan apa yang mereka (para pengungsi –red) inginkan. Belum lagi saat mau berkoordinasi dengan Posko utama, namun BTS setempat mati. Dan yang tak terlupakan, melihat para pengungsi dengan tatapan mata yang kosong namun penuh harap agar bisa meneruskan hidup dengan semestinya.” papar Chopur haru.

Pengalaman mengharukan juga dialami oleh team relawan saat membantu warga menyapu bersih lapangan, mesjid dan area sekolah dari abu vulkanik. Beratnya abu vulkanik yang terkumpul dalam karung cukup mengejutkan para relawan. ”Ngga nyangka, ternyata abu vulkanik itu berat banget lho! Bagaikan mengangkat sekarung semen, kecil tapi padat!” seru Victor. Namun jerih payah team relawan yang saat itu dibantu oleh Esia Bikers Semarang-Jogja-Solo terbayar dengan rasa haru yang muncul saat kepala sekolah yang gedung sekolahnya dibersihkan oleh relawan Btel, menyampaikan ucapan terimakasihnya dengan terbata-bata. Beliau tidak menyangka, ada yang mau membantu membersihkan sekolah dari debu vulkanik. Suasanya yang guyub (penuh kebersamaan –red) pun terasa kental, dengan alat yang seadanya, bahu-membahu membersihkan area-area yang terkena hujan abu.

Acara bersih-bersih inipun juga tak pernah lupa dilakukan oleh team relawan usai acara pemutaran film nonton bareng dan mendengarkan dongeng. Di tengah hujan debu, team relawan membereskan kembali lokasi pemutaran film sehingga kembali rapi dan bersih seperti semula. Sungguh suatu inisiatif tulus yang patut mendapat acungan jempol.

Bukanlah suatu hal yang mudah menjadi relawan di lokasi bencana. Lelah fisik yang mendera, rasa iba sekaligus kecemasan yang bercampur dalam hati dan pikiran mereka, menjadi beban tersendiri dalam menjalani hari-hari sebagai relawan. Namun ketangguhan dan solidnya team tanggap bencana Merapi, layak dipuji. Ini ditegaskan oleh Pak Hermain. ”Yang pasti semangat team relawan Btel ROCKS Jateng DIY luar biasa. Alhamdulillah tidak ada yang sakit. Dari kejadian ini, tercermin bahwa kita semua semakin kompak dan rasa kekeluargaan serta empati kepada orang lain semakin tinggi.” papar Pak Hermain.

Terimakasih, Team Tanggap Bencana Merapi Btel. Semoga semua jerih payah dan lelahmu, uluran tangan yang tulus dan ikhlas darimu, akan terbayar dengan pahala berlimpah dari-Nya. 
Ditulis oleh Retno Safitri
Sumber dan Foto oleh Yudi Febrianda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nothing is Impossible if You and Me Became Us

Babak perdelapan final Liga Champion 2016-2017 antara Paris Saint Germain vs Barcelona, pada pertandingan pertama dimana PSG jadi tuan ru...