Catatan ini merupakan penggalan dari cerita tentang perjalananku menyusuri Natuna dan Anambas (waktu itu Anambas masih masuk kabupaten Natuna) di Mei - Juni 2007 lalu yg tidak pernah selesai kurapihkan. sebuah catatan
Letung,
16 Mei 2007
Hari ini hari Rabu, tapi bukan hari Rabu seperti
biasanya, Rabu ini kami di Letung, Pulau Jemaja. Suatu pulau yang entah
disengaja atau tidak oleh Tuhan, dianugerahi alam yang indah, rancak! Pantai-pantainya bikin orang betah
berlama-lama. Tenang, sunyi, alami, masyarakatnya yang hangat dan masih kuat kekeluargaannya.
Jujur aja, hatiku tertambat di sini. Apalagi setelah aku melihat bagaimana
indahnya pantai Kusik. Ini pantai seperti diciptakan oleh Tuhan di kala hatinya
sedang berbunga-bunga. Pantai yang landai, airnya yang jernih berwarna
hijau, seakan memanggil untuk segera mencumbui kesejukannya. Kalo tidak ingat
waktu terbatas, mungkin aku sudah terjun ke airnya yang jernih itu.
Sebelumnya Pantai Kusik ini sama sekali tidak masuk dalam daftar objek yang akan kami kunjungi dalam rangka pemetaan potensi wilayah Anambas. kebetulan pagi itu ketika sedang sarapan di pasar Letung, kami bertemu dgn Anis, seorang pemuda Letung yang punya banyak mimpi untuk memajukan daerahnya. dari obrolan tersebut, tercetuslah informasi dari Anis tentang keberadaan suatu pantai yang indah berada di utara Jemaja. rasa penasaran kami menggiring naluri berpetualan untuk mencari dimana pantai Kusik tersebut. Padahal jam 14.00 WIB kami sudah ada janji untuk mendatangi tempat pak Adnan untuk meliput tentang kesenian Gubah
Di tepi pantai tumbuh pohon kelapa yang air kelapa
mudanya seakan sengaja disediakan bagi siapa saja yang haus. Belum lagi
penduduknya yang ramah dan hangat. Lokasi pantai Kusik ini terletak di sebelah
utara Letung. Untuk mencapainya hanya bisa dengan honda/sepeda motor selama lebih kurang 30
menit melalui jalan kecil menyusuri pantai dan melewati bukit-bukit. Lalu
perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki melewati pinggang bukit
selama lebih kurang 20 menit. Dari ketinggian sudah terlihat pantai yang
berwarna hijau itu seakan menggodaku untuk segera menghampirinya.
Sesampai di bibir pantai aku sempat terdiam
sesaat. Gila!! Ini pantai indah nian. Walau panjang garis pantainya tidak
terlalu panjang dan dikurung oleh pulau-pulau yang jaraknya mungkin hanya
beberapa kilometer. Tapi disinilah letak keindahannya. Tidak ada ombak besar,
airnya tenang dan bening. Menghadap ke utara, sunset bisa diliat dari sebelah
kirinya. Dan di pantai senyum ramah penduduk sudah menyambut kita.
Hanya sempat terdiam sesaat, rasa penat dan lelahku setelah perjalanan sekitar 45 menit hilang musnah. Tidak sabar aku segera
jepret sana sini. Sorot sana sini. Seakan takut kehilangan setiap jengkal
pantai ini. Saking semangatnya, aku sampai lupa cek settingan kamera. Rupanya
setelah selesai jepret sana sini, aku baru sadar, kalo kamera ku di setting
pada ISO 400!* Mampus dah…grainy abis....Goblok!!! hanya makian dan rasa sesal
bertubi-tubi menghantam dada ini.
*saat itu aku motret pakai Canon EOS 30D, di ISO 400 grainiy nya dah keliatan
Rasa sesal ini sedikit terobati oleh (lagi-lagi)
keramahan penduduknya. Kami diajak minum air kelapa dicampur sirup dan teh
manis panas di rumah pak Pitar. Pak Pitar ini berasal dari Indragiri Hulu.
Masih urang awak lah, katanya. Dia lancar berbahasa Minang. Seakan bertemu
kamanakan, dia banyak bercerita dan memberi nasihat kepadaku. Hehehe....Eman
hanya bisa mengangguk balam saja. Bingung dia, ni orang cakap apa...bahkan
Anis, tokoh Pemuda Letung yang mengantar kami, sempat protes ke Pak Pitar waktu
beliau mengutip perkataan HAMKA, berpikirlah seperti orang Batak, bicara
seperti orang Minang dan kerja seperti orang Jawa.
Kenapa Melayu ndak disebut
pak?? Tapi untung ndak disebut pak, kalo sampai disebut mungkin bunyinya,
bersantailah seperti orang Melayu...Hahaha....ini kau yang bilang ya nis...
Pulangnya kami dikasih oleh-oleh Limau Gadang,
atau kalo di Jawa orang menyebutnya Jeruk Bali. Makasih pak Pitar, makasih
Kusik...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar