Hasil penelitian Antropologi Yanti Diyantini untuk Skripsi S1 di jurusan Antropologi Unpad.
Penelitian dilakukan bersama oleh Yudi F dan Yanti D pada tahun 2006
Bagian pertama dari beberapa bagian :)
Saniangbaka tampak dari Bukit Aie Angek |
Secara adminisitratif Nagari Saniangbaka merupakan bagian dari
Kecamatan X Koto Dibawah Singkarak, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat. Nagari
ini berbatasan dengan daerah lain yaitu di sebelah Utara dengan Nagari Muaro
Pingai; Sebelah Selatan dengan Nagari Koto Sani dan Sumani; Sebelah Barat
dengan Lubuk Minturun – Kodya Padang, dan Sebelah Timur dengan Nagari
Singkarak. Nagari yang mempunyai luas daerah 91,72 Km2 ini berada pada
ketinggian 400 M di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun.
Nagari ini terdiri atas 6 jorong, yaitu Jorong Aia Angek, Balai Batingkah,
Balai Panjang, Balai Lalang, Balai Gadang dan Kapalo Labuah.
Pemukiman di
nagari dikelilingi oleh perbukitan, yang oleh masyarakat dinamakan hutan
tunjuk, Danau Singkarak dan sebagian lainnya oleh area persawahan. Kontur tanah
nagari yang beragam membuat nagari ini kaya akan sumber daya alam. Hutan
tunjuknya, yang kebanyakannya adalah pusako, merupakan ladang subur yang
menghasilkan hasil perkebunan seperti kopi, cengkeh, kayu jati dan sebagainya.
Penduduk nagari juga seringkali mengumpulkan kayu bakar dari hutan ini. Selain
menjadi daerah perladangan, salah satu bukit diantara perbukitan yang menjadi
hutan tunjuk tersebut diduga mengandung batu bara.
Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh dubalang[1] suku Balai Mansiang bahwa kemungkinan bukit tersebut mengandung batu bara sangat besar. Ini dibuktikan dengan dilakukannya penelitian tentang kandungan mineral dalam di dalamnya oleh pemerintah daerah. Kenyataan ini juga masuk akal karena kadang-kadang pada musim kemarau tiba bukit tersebut terbakar dengan sendirinya.
Sementara itu Danau Singkarak mengandung kekayaan ikan khas yang jarang ditemui di daerah lain yaitu ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) dan rinuak (Rasbora argyrotaenia). Meski kedua jenis ikan ini juga terdapat di Danau Maninjau, Kabupaten Agam, tetapi konon menurut beberapa nelayan di Saniangbaka dan Maninjau, kekhasan ikan dari masing-masing danau dapat dibedakan secara kasat mata baik dari ukuran tubuhnya maupun rasanya. Kelangkaannya membuat kedua jenis ikan ini menjadi ciri khas daerah yang selalu diburu pembeli. Keduanya tidak hanya dijual di dalam wilayah Sumatera Barat saja, tetapi juga di daerah lain di dalam dan luar negeri (Hartoto dan Iwakuma, 2002;
Area persawahannya yang cukup luas dan produktif menghasilkan
beras yang hasilnya tidak hanya cukup untuk dikonsumsi masyarakat nagari tetapi
juga dapat dijadikan sumber pendapatan masyarakat. Masyarakat sering menjual
beras tersebut ke daerah di luar nagari seperti ke kota Solok, Padang, bahkan
sampai ke pulau Jawa, karenanya Saniangbaka dikenal sebagai salah satu daerah
penghasil beras Solok, yang konon merupakan beras termahal di Indonesia.
Untuk menuju nagari ini cukup mudah, karena tersedia sarana dan
prasarana perhubungan yang memadai. Jalan raya yang menghubungkan nagari ini
dengan daerah luar sudah merupakan jalan aspal, sehingga dapat dilalui oleh
kendaraan roda dua atau lebih. Adapun akses masuk nagari ini melalui Pasar
Sumani di Nagari Sumani. Daerahnya sendiri berjarak 5 km dari kota kecamatan (X
Koto Singkarak), 24 km dari pusat kota Solok, 50 km dari ibu kota kabupaten
Solok, Arosuka, dan 87 km dari ibukota provinsi, Padang. (Database Kecamatan X
Koto Singkarak Tahun 2006). Untuk mencapai nagari ini dari kota Padang tersedia
angkutan umum berupa bis kota jurusan Padang - Kota Solok dengan tarif
Rp.10.000,00 atau dapat juga menggunakan jasa travel dengan tarif Rp.20.000,00
dengan tujuan yang sama. Dari terminal kota Solok perjalanan dilanjutkan dengan
menggunakan kendaraan jenis bis roda 4 jurusan Solok - Saniangbaka yang
langsung mengantar hingga ke tujuan di nagari Saniangbaka. Karena angkutan umum
yang langsung ke Saniangbaka jam beroperasinya terbatas maka jika hari mulai
gelap, berkisar jam 18.30, dapat dipergunakan angkutan alternatif yaitu
menggunakan Betor (Becak Motor) dengan tarif Rp.25.000.00.
Keadaan alam nagari dengan adanya danau Singkarak memberi nilai
keindahan tersendiri, namun hingga kini pemanfaatannya di bidang pariwisata
masih sedikit. Padahal akses menuju danau ini bisa dikatakan mudah yaitu
tinggal mengikuti jalan nagari yang sudah diaspal hingga ke belakang pemukiman
penduduk nagari. Sayangnya untuk menikmati keindahan ini kurang didukung oleh
sarana prasarana penunjang, ini ditunjukkan dengan kurang tersedianya tempat
khusus yang dibangun untuk menikmati pemandangan danau, dan hanya terdapat satu
rumah makan milik perorangan yang beroperasi.
Meski demikian, bidang perikanan yang khas di danau ini telah
menarik minat peneliti perikanan dari Universitas Andalas akan kelangkaan jenis
ikan yang ada di sini. Di salah satu bukit juga terdapat sebuah daerah yang
dapat dijadikan sebagai tempat bersejarah yaitu yang disebut oleh penduduk
sebagai Gaduang Beo. Tempat ini pada jaman dulu merupakan kantor pusat
pengawasan pelaksanaan kultur stelsel yang dilakukan Belanda di daerah
tersebut. Hingga sekarang di sana masih berdiri bangunan lamanya meski sudah
tanpa atap. Hanya saja sulitnya medan menuju ke sana, membuat tempat ini jarang
dikunjungi. Untuk menuju lokasinya, kita harus melewati perbukitan dengan jalan
terjal yang belum beraspal, melewati area peladangan penduduk. Adapun waktu
tempuh yang dibutuhkan berkisar 1,5 jam perjalanan menggunakan sepeda motor
yang biasa digunakan untuk off road atau kendaraan roda empat atau lebih yang
menggunakan mesin 4WD yaitu kendaraan yang memiliki gardan ganda yang cocok
untuk menempuh medan yang berat.
[1] orang yang bertugas mengawasi pelaksanaan aturan adat oleh seluruh anggota suku, termasuk penghulu. Ia juga menjadi pihak yang menjaga dan mempertahankan batas-batas kewilayahan baik wilayah suku lain maupun nagari secara keseluruhan.
Video Perjalanan ke Aie Hilang - Saniangbaka
indah banget pemandangan nya .... :)
BalasHapus