Hasil penelitian Antropologi Yanti Diyantini untuk Skripsi S1 di jurusan Antropologi Unpad.
Penelitian dilakukan bersama oleh Yudi F dan Yanti D pada tahun 2006
Bagian kedua dari bagian lainnya
Catatan yang
mengisahkan sejarah nagari Saniangbaka sangat sedikit ditemukan. Dalam banyak
tambo dan buku-buku yang berkaitan dengan Minangkabau, tidak banyak yang
mencatat sejarah ini. Salah satu yang memuat sejarah Saniangbaka adalah dalam
Mahmoed (1978). Disebutlah suatu masa Datuk Katumenggungan mendirikan sebuah
kerajaan bernama Bungo Setangkai yang berpusat di Sungai Tarab. Mula-mula
perkembangan kerajaan ini adalah membuat kubu pertahanan kerajaan dan untuk
membuat lingkaran pertahanan ini Datuk Katumenggungan menugaskan seorang
hububalang pemberani dari Pariangan Padang Panjang untuk menjadi kepala
pertahanan. Hulubalang ini kemudian ditugaskan untuk membuat pertahanan
kerajaan, yang mula-mula membuat sebuah nagari bernama Batipuh. Setelah
Batipuh, kemudian hulubalang ini membuat 10 koto yaitu bentuk suatu daerah,
sebelum menjadi nagari, yang penduduknya sudah banyak meski tinggal berjauhan
tetapi sudah mulai berinteraksi secara intensif di suatu tempat. Koto-koto
tersebut terdiri dari Paninjauan, Gunung, Jao, Tambangan, Singgalang, Pandai
Sikek, Koto Laweh, Koto Baru, Aia Angek, Panyalaian. Setelah kesepuluh koto itu
selesai, hulubalang tersebut membuat kubu pertahanan ke arah timur dengan 10 daerah
pula yaitu Sungai Jambu, Labuatan, Simawang, Bukit Kandung, Sulit Aie, Tanjung
Balit, Singkarak, Saniangbaka, Silungkang dan Padang Sibusuk (Mahmoed,
1978:37-38).
Pada masa
kerajaan Pagaruyung, kesepuluh daerah pertahanan yang ada di timur ini menjadi
bagian dari langgam nan tujuah.
Langgam nan tujuah merupakan sebutan bagi tujuh pihak yang membantu pelaksanaan pemerintahan kerajaan pagaruyung di bawah kepemimpinan Raja Alam. Adapun langgam nan tujuah ini terdiri dari:
Langgam nan tujuah merupakan sebutan bagi tujuh pihak yang membantu pelaksanaan pemerintahan kerajaan pagaruyung di bawah kepemimpinan Raja Alam. Adapun langgam nan tujuah ini terdiri dari:
- Pamuncak
Koto Piliang, berkedudukan di Sungai Tarab,
sebagai pimpinan.
- Harimau
Campo Koto Piliang, berkedudukan di Batipuh, sebagai
panglima perang.
- Pardamaian
Koto Piliang, berkedudukan di Simawang dan
Bukit Kandung, sebagai pendamai nagari-nagari yang bersengketa.
- Pasak
Kungkung Koto Piliang, berkedudukan di Sungai Jambu dan
Labuatan.
- Carmin
Taruih Koto Piliang, berkedudukan di Saniangbaka dan
Singkarak, sebagai badan penyidik.
- Cumati
Koto Piliang, berkedudukan di Sulit Aie dan
Tanjung Balit, sebagai pelaksana hukuman.
- Gajah
Tonggak Koto Piliang, berkedudukan di Silungkang dan
Padang sibusuk, sebagai kurir
(Navis,
1984: 57-58; baca juga Mahmoed, 1978: 52-60).
Dalam langgam nan
tujuah Saniangbaka merupakan carmin taruih koto piliang. Menurut salah seorang
tukang dendang di Saniangbaka, arti carmin taruih Koto Piliang dapat dilihat
secara harfiah dari kata-katanya, yaitu carmin yang berarti cermin. Cermin
biasanya memberikan pandangan tentang sesuatu. Carmin taruih Koto Piliang bisa
jadi berfungsi sebagai tempat yang dijadikan pandangan/contoh nagari lain
tentang pelaksanaan kelarasan Koto Piliang. Sementara itu, menurut salah seorang
penghulu yang juga tokoh Kerapatan Adat Nagari adalah sebagai berikut:
"Mangko Saniangbaka ko tasabuik
carmin taruih Koto Piliang, baduo itu, sorang orang Singkarak, sorang orang
Saniangbaka, diagiah pangkat artinyo kadudukannyo sebagai carmin taruih Koto
Piliang. Tugasnyo apobilo ado persengketaan di Pagaruyuang, di Pariangan
Padang Panjang, ndak ado penyelesaiannyo, mangko dihimbaulah urang nan baduo
ko, artinyo inyo lah nan maagiah carmin, pengarahan. Jadi orang nan
basangketo, nan basalisiah nan ndak kunjung dapek perdamaian, nah dari 2
urang nan pai ka Pagaruyuang ko nan maagiah carmin atau pedoman."
|
"Sebab Saniangbaka disebut
Cermin terus Koto Piliang, (yang) berdua itu, seorang (dari) Singkarak,
seorang (dari) Saniangbaka, diberi pangkat artinya kedudukannya sebagai
cermin terus Koto Piliang. Tugasnya apabila terjadi persengketaan di
Pagaruyuang, di Pariangan Padang Panjang, (dan) tidak ada yang bisa
menyelesaikan, maka dipanggilah orang yang berdua tadi. Artinya ialah orang
yang memberi cermin, pengarahan. Jadi orang yang bersengketa, yang berselisih
tidak kunjung mendapatkan perdamaian, dari dua orang tersebut lah yang akan
memberi cermin atau pedoman".
|
Adapun dari
daerah pertahanan hingga membentuk sebuah nagari, Saniangbaka mengalami proses
yang panjang. Nagari itu sendiri tumbuh mulai dari Taratak. Kata Taratak konon
berasal dari tatak, artinya menandai batas-batas pada tebangan kayu
dalam membuka lahan oleh seorang yang dibantu oleh anak-anaknya atau
berkelompok tiga atau lima orang. Pada lahan yang telah ditatak (ditandai) itu
mereka membangun pondok untuk tempat berteduh atau tinggal. Kemudian datang
lagi kelompok lain dengan maksud yang sama yaitu untuk membuka peladangan.
Kemudian setelah beberapa taratak terbuka dengan pondok-pondok
atau rumah-rumah kecil, maka berdirilah dusun ditempat tersebut. Dari beberapataratak yang
lain berdiri pula dusun sehingga menjadi beberapa dusun. Setelah penduduk dusun
tersebut menjadi ramai, maka berdirilah koto. Ada yang mengatakan
koto mulanya berarti sebuah tempat yang dipagari dengan tanaman aur (bambu)
serta parit, tetapi kemudian tempat tersebut menjadi area tempat bermain
anak-anak atau tempat berkumpul melepas lelas penduduk setempat. Seiring waktu,
tempat tersebut menjadi tempat bertemu antar penduduk, tempat
berbincang-bincang dan semacamnya. Dari berbagai perbincangan dan perundingan
beberapa anggota dusun maka bersepakatlah untuk membuat suatu nagari (Rais,
2003: xxiii-xxiv; baca juga Suarman, 2000:52-57; Amir MS, 1997 ).
Ini sesuai dengan
informasi yang di sampaikan salah seorang tokoh penghulu Saniangbaka, yaitu
sebagai berikut:
"Datanglah orang-orang baik
melalui bukik, nyebrang danau jo sampan, tibo disiko nyo marambah. Nah itu
namonyo Taratak. Itu memakan wakatu puluhan taun, Piak. Sudahlah salasai
Taratak, makonyo banamo susun atau dusun, artinyo mulailah tasusun. Iko lah
buek pondok, iko lah buek pondok, iko pondok (sambil menunjukkan pola sejajar
dengan tangan). Mulai tasusun memakan wakatu nan panjang pulo, puluhan taun,
menjadi koto. jadi Taratak-susun-koto. Koto ko lah mulai orang nan penghuni
ko bakato-kato. Koto itu artinyo mulai berkato-kato atau berbincang baa kito,
iko lah bakambang lo, lah ado rumah.
Salasai Taratak, lah salasai susun, lah salasai koto, meningkatlah jadi nagari. A..jadi nagari dibuek lah balai-balai, sudah tu dibangunlah surau namonyo, masajik kecek urang. Jadi kok lah sah nagari ko, ado balai-balai, ado musajik, ado basuku, batungganai rumah, ado bapandam pakuburan" |
Datanglah orang-orang baik melalui
bukit, menyeberangi danau dengan sampan. Sesampainya disini, mereka merambah
(hutan). Nah, itu yang dinamakan Taratak. (Proses) itu memakan waktu puluhan
tahun, piak. Sesudah selesai Taratak, maka bernama susun atau dusun, artinya
mulailah tersusun. (Yang) ini telah membuat pondok, (yang) ini telah membuat
pondok, ini telah membuat pondok (sambil menunjukkan pola sejajardengan tangan). Mulai
tersusun memakan waktu yang panjang pula, puluhan tahun, menjadi koto. Jadi
Taratak-Dusun-Koto. (Saat menjadi) Koto ini mulailah penghuninya berkata-kata
atau berbincang-bincang, bagaimana kita, ini sudah berkembang, sudah ada
rumah. Setelah taratak, setelah susun, setelah koto, meningkatlah nagari.
Aa..jadi nagari dibuat balai-balai, sesudah itu dibagunlah surau namanya,
kata orang mesjid. Jadi kalau sudah syah menjadi nagari, ada balai adat, ada
mesjid, ada bersuku, ber-tungganai rumah, ada ber-pandam pekuburan.
|
Dari informasi
yang didapat dari beberapa informan di Nagari Saniangbaka, terdapat beberapa
versi sejarah penamaan nagari ini. Dari beberapa versi yang berkembang, dari
tiga versi cerita terdapat satu kesamaan yaitu bahwa kemunculan nama
Saniangbaka adalah saat para penghulu ini berunding untuk menentukan nama yang
akan dipakai oleh nagari, nama tersebut merujuk pada saat nagari ini masih di
taruko, yaitu pada masa masih berbentuk taratak.
Berikut tiga versi
tersebut:
1. versi "si Saniang nan tabaka"
Menurut informasi
yang didapat dari Nadir Pono Sutan (60) dan YF Rajo Mangkuto (29), Nama
Saniangbaka berasal dari peristiwa terbakarnya si Saniang ketika dia dibawa
orang tuanya merambah hutan untuk membuka nagari tersebut. Diceritakan bahwa
ketika orang tua si Saniang merambah hutan, mereka menumpuk hasil rambahan di
suatu tempat yang ternyata berdekatan dengan tempat mereka meletakan Saniang,
anak mereka. Ketika tumpukan hasil rambahan telah banyak, mereka membakarnya.
Namun karena dekat dengan tempat si Saniang ditidurkan, api menjalar membakar
si Saniang. Orang tua si Saniang pun panik dan berteriak, "si
Saniang tabaka!!! Si Saniang tabaka!!". Meski tidak terdapat kejelasan
tentang terbakarnya si saniang ini, sejak saat itu tempat yang dirambah
tersebut dinamai Saniang tabaka yang lama-kelamaan menjadi Saniangbaka.
2. versi "si Saniang mambaka"
Sementara itu
menurut informan lain menyebutkan nama Saniangbaka muncul karena orang yang
dari jauh melihat asap pembakaran hasil rambahan si Saniang. Seperti yang di
sampaikan oleh salah seorang penghulu Saniangbaka:
"jadi dahulu Saniangbakako
ado mempunyai sejarah khas. Nan patamoSaniangbaka ko ado dahulu
nan banamo Taratak, arti Taratak orang-orang mulai marambah untuk nak mambuek
nagari. Itu nyo hanyo berapo kaum dulu nan datang ka ranah ko dari Pariangan.
Nah nampak Saniangbaka ko marangah dek inyo. Kito kinlah,
rancak sinan kito buek nagari. Yo datanglah nyo kamari ado nan dari Simawang,
Kacang, Tikalak. Iko nan tertinggi sinan. Jadi datanglah kamari. Jadi
nampaklah seseorang nan lah memanggang artinya membakar rambahan atau nan
dirambahnyo, kayu lah masik di panggangnyo, nampaklah asok: 'ah, tu, si
Saniang lah mambaka'. Jadi manuruik sejarahnyo nan mulai mambaka rambahan ko
si Saniang namonyo.
Saat perundingan datuk nan salapan
saat akan menamai nagari ini, ada salah seorang datuk yang mengusulkan
"Manuruik nan didanga dek awak, mulo-mulo nan marambah nagari ko si Saniang ah, nan inyo lo nan mulo-mulo mambaka di nagari ko, mangkasuiknyo mambaka rambahannyo nan lah masik, kalo kito buek namo Saniangbaka baa?maka jadilah Saniangbaka" |
Jadi dahulu Saniangbaka ini ada
mempunyai sejarah khas. Yang pertama Saniangbaka ini ada dahulu bernama
Taratak, arti taratak orang-orang mulai merambah untuk membuat nagari. (Pada
saat) itu beberapa kaum yang datang dari Pariangan Padang Panjang. Nah,
terlihat Saniangbaka ini meranggas oleh mereka. "Kita ke sana lah, baik
disana kita buat nagari". Yaa, datanglah mereka ke sini. Ada yang dari
Simawang, Kacang, Tikalak. Ini yang tertinggi di sana. Jadi datanglah ke
sini. Jadi terlihat seseorang yang telah membakar, artinya membakar rambahan
atau yang dirambahnya. Kayu telah kering dibakarnya, terlihatlah asap,
"ah, tu si Saniang telah mebakar". Jadi menurut sejarangnya, yang
memulai membakar rambahan ini si Saniang namanya. (Pada) saat perundingan Datuak
nan Salapan, saat akan memberi nama Nagari ini, ada salah seorang Datuak yang
mengusulkan, "Menurut yang didengar oleh kita, mula-mula yang merambah
nagari ini (yaitu) si Saniang. Ah, dia juga yang mula-mula membakar (lahan)
nagari ini - maksudnya membakar rambahannya yang sudah kering. Bagaimana
kalau kita buat nama nagari ini Saniangbaka?? Maka jadilah (nama nagari ini)
Saniangbaka"
|
3. versi Sandiang nan tabaka.
Versi ini
menyebutkan bahwa munculnya nama Saniangbaka adalah karena saat daerah ini mulai
dirambah, dari jauh yaitu dari Pariangan Padang Panjang nampak ada sandiang atau
sudut antara dua bukit yang terbakar.
Sementara itu
satu versi sejarah Saniangbaka yang sama sekali berlainan dari tiga versi
sebelumnya berpatokan pada arti kata Saniangbaka secara harfiah, kemudian
dicari makna yang terkandung di dalamnya. Ini sejalan dengan apa yang
disampaikan oleh beberapa informan yaitu salah seorang tukang dendang, salah
seorang penghulu Balai Mansiang dan salah seorang warga yang merupakan
kemenakan si saniang yang intinya sama, yaitu sebagai berikut:
"Indak ka mungkinSaniangbaka ko
asalnyo dari kato si Saniang nan tabaka. Tabaka, istilah minang yang dipakai
untuak marujuak ka membakar adalah mamanggang indak mambaka, mambaka itu
asalnyo dari bahasa Indonesia nan di minangkan. Membakar-mambaka, itu kini.
Kok tabaka nan dipakai wakatu nagari kok ka dibuka, berarti Saniangbaka ko
baru ado setelah bahasa Indonesia jadi bahasa nasional, kan? Sementaro, dalam
tambo Minangkabau jo cerita dari nan gaek-gaek, nagari ko lah ado sejak 5-6
abad nan lalu. Baa, ndak ado kolerasinyo, kan?"
"tapi kok awak caliak dalam
bahasa minang, baka itu bisa jadi artinyo bekal. Sementaro Saniangnyo sendiri
asalnyo dari kato sahaniang, yaitu ciek tempat yang sunyi. JadiSaniangbaka ko maknanyo ciek
tempat sunyi nan bisa dijadikan untuk mencari bekal hiduik. Baa model itu?
Iko arek kaitannyo jo langgam nan tujuah, bahwa nagari ko dijadian carmin
taruih Koto Piliang."
|
"Tidak mungkin Saniangbaka ini
asalnya dari kata si Saniang yang tabaka. Tabaka, istilah Minang yang
digunakan untuk merujuk kata membakar adalah mamanggang, bukan membakar.
Membakar itu asalnya dari bahasa Indonesia yang di-Minang-kan. (kata)
membakar - mambaka itu (digunakan) sekarang. Kalautabaka yang
digunakan waktu nagari ini dibuka, berarti Saniangbaka ini baru ada setelah
Bahasa Indonesia jadi bahasa nasional kan ?? Sementara dalam tambo
Minangbakau ditambah cerita dari orang tua, nagari ini telah ada sejak 5-6
abad yang lalu. Bagaimana, tidak ada korelasi nya kan ?"
"Tapi kalau kita lihat dalam
bahasa Minang, baka itu bisa jadi artinya bekal. Sementara Saniang sendiri
asalnya dari kata Sahaniang, yaitu satu tempat yang sunyi. Jadi
Saniangbaka ini maknanya (adalah) satu tempat sunyi yang bisa dijadikan untuk
mencari bekal hidup. Kenapa seperti itu ? ini erat kaitannya dengan langgan
nan tujuah, bahwa nagari ini dijadikancarmin taruih Koto Piliang."
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar