skripsi S1 Antropologi karya Yudi Febrianda dengan judul :
"Mitos Anak Gembel di Dataran Tinggi Dieng", 2003
silahkan menggunakan isinya untuk kepentingan akademis, penulisan, dll asal mencantumkan sumbernya
Anak Gembel di Dieng |
Di Dataran Tinggi Dieng terdapat anak-anak berumur sekitar 1 - 7 tahun berambut gimbal. Rambut gimbal ini bukan sengaja dibikin seperti para rasta di pantai-pantai. Rambut gimbal ini terjadi setelah mengalami suatu gejala sakit dan dipercaya merupakan titipan dari nenek moyang mereka yg sekarang menjadi penguasa alam gaib Dieng, yaitu Kyai Kolodete. Tulisan berikut mencoba menjelaskan fenomena ini dari sudut pandang Antropologi
Orang Jawa, khususnya yang tinggal di pedesaan, percaya terhadap dunia selain dunia nyata ini. Menurut kepercayaan mereka, dunia ini dihuni oleh berbagai macam makhluk halus dan kekuasaan-kekuasaan gaib. Pandangan hidup mereka, kejadian-kejadian di dunia nyata ini berkaitan dengan alam gaib (adikodrati) tersebut. Melalui semedi atau bertapa, orang dapat memperoleh kekuatan sakti. Kekuatan ini dapat digunakan untuk mengabdi kepada masyarakat tetapi dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pribadi yang bisa merugikan orang lain (Minsarwati. 2002:5-6).
Orang Jawa tidak membeda-bedakan antara sifat religius dan bukan religius. Interaksi sosial sekaligus dinyatakan sebagai sikap terhadap alam yang mempunyai relevansi sosial. Selanjutnya dinyatakan bahwa pandangan pemisahan secara tegas antara individu dengan lingkungan, golongan, jaman maupun dengan alam adikodrati. Oleh sebab itu dengan sendirinya orang Jawa tidak mampu memisahkan urusan dunia sini (empirik) dengan dunia sana (metaempirik) (Suseno. 1984:82).
Ritual menjelang malam 1 Suro (Photo by Yudi @ 2000) |
Pengejawantahan dari pandangan tersebut memunculkan mitos-mitos mengenai dunia nyata dan dunia adikodrati. Yang pada akhirnya semakin menguatkan kepercayaan bahwa terdapat dua dunia dalam kehidupan ini, yaitu dunia empirik dan metaempirik. Mitos-mitos, seperti halnya mitos anak gembel di dataran tinggi Dieng, menjelaskan bagaimana hubungan antara dua alam tersebut. Dan ritus-ritus yang berkaitan dengan mitos tersebut menjadi jembatan yang menghubungi dua dunia tersebut.
Mitos anak gembel menceritakan bagaimana anak-anak di dataran tinggi Dieng “dititipkan” rambut gembel oleh tokoh gaib, Ki Temenggung Kolodete yang menguasai daerah Dieng. Menurut legenda yang beredar di masyarakat Desa Dieng Wetan, Kyai Kolodete konon kabarnya adalah seorang yang menjabat sebagai pemimpin, seorang penasihat dan seorang yang sangat berpengaruh dalam masyarakat didaerah kawedanan Kretek dan sekitarnya. Beliau adalah seorang Kyai yang mempunyai rambut gembel, menjabat sebagai kebayan desa Tegalsari, Kretek, Wonosobo, putera Kyai Badar yang sakti dan bermukim didesa Tegalsari.
Bersiap melarungkan sesaji (photo by Yudi @ 2000) |
(photo by Yudi @ 2000) |
Seperti halnya harapan pemimpin masyarakat lainnya, Kyai Kolodete bermaksud memajukan kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga dan masyarakatnya. Beliau sangat disegani masyarakat karena sifatnya dan sikapnya telah dipandang memenuhi syarat seorang pemimpin.
Pada suatu hari, Kyai Kolodete mencalonkan diri untuk menjabat sebagai sebagai Lurah, permohonan ini diajukan kepemerintah pusat, yaitu Mataram. Permintaan itu ditolak tanpa memberikan alasan yang tepat. Ditolaknya permintaan itu membuat hati masyarakat menjadi kecewa, demikian juga Kyai Kolodete, beliau merasa malu terhadap rakyatnya dan sebagai pertanggungan jawab atas ditolaknya permohonan tersebut, beliau ingin mengasingkan diri dari keramaian dan ingin bertapa di Dataran Tinggi Dieng.
Sebelum bertapa, beliau berpesan kepada rakyatnya sebagai berikut :
“Mung semene wae anggonku njuwita Pamarintah, aku arep menjang Dieng“ (Hanya sampai sekian aku mengabdi kepada Pemerintah, aku akan ke Dieng)
Foto Kyai Kolodete ini didapat oleh seseorang yang memotret Candi Bima namun ketika dicetak hasilnya potret ini (Repro by Yudhi @ 2000) |
Kemudian beliau memohon kepada dewata, agar supaya cita-citanya dahulu, yaitu membahagiakan dan mensejahterakan masyarakat terkabul. Tanda bukti kecintaan Kyai Kolodete kepada masyarakatnya hendaknya dewata turut merestui. Tanda bukti itu ialah supaya anak cucunya nanti dikemudian hari akan berambut gembel seperti halnya rambut Kyai Kolodete, permohonan itu benar-benar dikabulkan oleh dewata, bahwa sampai sekarang di Dataran Tinggi Dieng dan sekitarnya banyak terdapat anak berambut gembel. Oleh masyarakat, anak berambut gembel ini disebut Anak Gembel dan dianggap cucu Kyai Kolodete yang berkekuatan gaib itu (Wibowo, 1969:29-30).
lebih detil tentang Mitos dan prosesi Ruwatan silahan baca di SINI
Adakah buku cetakan ilmiah yang mengulas tentang Ritual Ruwatan di Daerah Pegunungan Dieng? Ak boleh dikabari nggak nek ada Ritual Ruwatan? Aku pengin sekali melihat ritual ruwatan itu???? Please ak dikabari yow? Via email: agustinus_kusuma@yahoo.com
BalasHapus